A. Pendahuluan
Antropologi kebudayaan atau lebih sering kita dengar sebagai
antropologi budaya (terjemahan dari Cultural Anthropogy), merupakan
salah satu cabang dari studi antropologi yang mengambil kebudayaan
sebagai objek studinya. Ilmu Antropologi, tidak seperti beberapa ilmu
lain (misalnya, geografi) mempunyai kejelasan posisi dalam dikotomi
bidang-bidang ilmu pengetahuan, apakah termasuk bidang eksakta atau
noneksata, ilmu pengetahuan alam atau sosial. Ilmu Antropologi adalah
salah satu ilmu yang termasuk ke dalam kategori ilmu sosial.
Secara
garis besar ilmu antroplogi dapat dipilah menjadi dua bahagian, yaitu
antropologi biologi dan antropologi budaya. Antropologi biologi
merupakan kelompok studi antropologi yang mempelajari manusia beserta
proses biologis yang menyertainya sehingga terjadinya aneka warna
makhluk manusia dipandang dari sudut ciri-ciri tubuhnya. Ilmu ini
meliputi ilmu paleoantropologi dan antropologi fisik. Ilmu pengetahuan
penunjang dalam antropologi biologi meliputi kedokteran, arkeologi,
biologi, dan sebagainya. Antropologi budaya merupakan studi antropologi
yang bidang studinya mengambil kebudayaan sebagai objeknya.
Aspek-aspeknya antara lain meliputi masalah sejarah asal, perkembangan,
dan penyebaran aneka warna bahasa yang diucapkan manusia di seluruh
dunia; masalah perkembangan, penyebaran dan terjadinya aneka warna
kebudayaan di seluruh dunia; dan masalah azas-azas dari kebudayaan
manusia dalam kehidupan masyarakat dari semua suku bangsa yang tersebar
di seluruh muka bumi (Koentjaraningrat, 1990: 25). Sesuai dengan
aspek-aspek yang dipelajari terdapat cabang antropologi budaya, yaitu
prehistori, etnolinguistik, etnologi (Descriptive integration/etnology
dan generalizing aproach/social anthropology), etnopsikologi,
antropologi spesialisasi (antropologi ekonomi, antropologi politik,
antropologi kependudukan, antropologi kesehatan, antropologi kesehatan
jiwa, antropologi pendidikan, antropologi perkotaan dan antropologi
perdesaan), dan antropologi terapan. Selain itu ada pula dua aspek lain
yang menjadi kajian ilmu antropologi, selain kajian antroplogi budaya,
yaitu masalah sejarah asal dan perkembangan manusia (atau evolusinya)
secara biologi (termasuk dalam studi paleoantropologi); dan masalah
sejarah terjadinya aneka warna makhluk manusia dipandang dari sudut
ciri-ciri tubuhnya (antropologi fisik). Kedua aspek ini dicakup dalam
studi Antropologi Fisik dalam arti luas.
Saat ini, ilmu antropologi
budaya mempunyai peranan penting dalam pembangunan bangsa di Indonesia
dan telah cukup mendapat perhatian oleh pemerintah. Hal ini tampak
dengan adanya pengembangan ilmu ini di beberapa universitas negeri,
seperti Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, Universitas
Airlangga, Universitas Sumatra Utara, Universitas Andalas, Universitas
Udayana, Universitas Hasanuddin, Universitas Cendrawasih.
B. Konsep Antropologi B.1. Batasan Antropologi
Batasan, yang lebih sering disebut dengan definisi dapat dipandang
sebagai kristal dari lingkup bidang studi yang menyangkut isi yang
dipelajari dari bidang ilmu pengetahuan bersangkutan (Suhardjo, 1998:
2). Sebelum sampai pada batasan kiranya perlu dipahami terlebih dahulu
atau pengertian konsep mengenai ilmu pengetahuan yang akan dipelajari.
Pada waktu yang lampau orang yang masih awam dalam ilmu antropologi
mempunyai pandangan yang keliru mengenai isi dan materi yang dipelajari
dalam studi antroplogi. Anggapan itu tidak salah karena sejarah
perkembangan ilmu antropologi dibagi beberapa tahap. Tahap pertama,
antropologi muncul ketika orang pribumi di Asia, Afrika dan Amerika
didatangi oleh orang Eropa. Orang Eropa tertarik kepada orang pribumi
karena kebudayaan orang Eropa sangat berbeda dengan kebudayaan orang
pribumi. Tahap kedua, antropopologi telah berkembang dengan tujuan
utama untuk mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif dengan
maksud untuk mendapat suatu pengertian tentang tingkat-tingkat kuno
dalam sejarah dan evolusi dan sejarah penyebaran kebudayaan manusia.
Tahap ketiga, pada fase perkembangan ketiga ini, antroplogi menjadi
suatu ilmu yang praktis, dengan tujuannya adalah mempelajari masyarakat
dan kebudayaan suku-suku bangsa di luar Eropa guna kepentingan kolonial
dan guna mendapat suatu pengertian tentang masyarakat masa kini yang
kompleks. Tahap keempat, antropologi mengalami masa perkembangan yang
paling luas, baik mengenai bertambahnya bahan pengetahuan yang jauh
lebih teliti maupun mengenai ketajaman dari metode-metode ilmiahnya.
Pada masa perkembangan ini, antropologi mempunyai dua tujuan, yaitu
tujuan akademis dan tujuan praktis. Tujuan akademis dari ilmu ini adalah
mencapai pengertian tentang makhluk manusia pada umumnya dengan
mempelajari aneka warna bentuk fisiknya, masyarakat serta kebudayaan,
sedang tujuan praktis dari ilmu antropologi adalah mempelajari manusia
dalam aneka warna masyarakat suku bangsa guna membangun masyarakat suku
bangsa itu.
Dari tahap-tahap perkembangan ilmu antropologi tampak
bahwa sebagaimana halnya dengan ilmu-ilmu pengetahuan yang lain ilmu
pengetahuan antroplogi pun terus mengalami perkembangan. Pada tahap awal
sejarah perkembangannya, antropologi hanya bersifat deskripsi; kemudian
dalam perkembangannya bahasan/ulasan antropologi disertai penjelasan
atas dasar analisis dari interaksi antara manusia dengan kebudayaannya.
Di samping itu, antropologi mempunyai perhatian utama adanya perbedaan
dan persamaan (keanekawarnaan) berbagai manusia (ras) dan budaya di muka
bumi.
B.2. Ruang lingkup dan Ilmu Penunjang Antropologi
Ruang lingkup pelajaran antropologi meliputi semua manusia dan gejala
kebudayaan, termasuk proses yang mengakibatkan timbulnya fenomena dan
berbagai bentuk persamaan dan perbedaan (keanekawarnaan). Berhubung
lingkup pelajaran antropologi meliputi fenomena biologis (manusia) dan
sosial, maka ilmu-ilmu penunjang antropologi meliputi ilmu-ilmu
pengetahuan alam dan kelompok ilmu pengetahuan sosial. Koentjaraningrat
(1990: 31) mencantumkan 13 ilmu pengetahuan yang pokok, terdiri dari 5
ilmu pengetahuan alam, 1 ilmu pengetahuan gabungan (sintesa), 7 ilmu
sosial. Ketigabelas ilmu penunjang antropologi adalah ilmu geologi,
paleontologi, anatomi, kesehatan masyarakat, psikiatri (kesemuanya ilmu
pengetahuan alam), geografi (ilmu sintesa), arkeologi, sejarah, ekonomi,
hukum adat, administrasi, dan ilmu politik (kesemuanya ilmu pengetahuan
sosial).
B. 3. Objek Studi dan Pengamatan Antropologi
Objek
studi antropologi dapat dipilah menjadi dua, yaitu objek material dan
objek formal. Objek material adalah sasaran yang menjadi perhatian dalam
penyelidikan. Mengingat lingkup pelajaran antropologi manusia dan
budaya, maka sasaran penyelidikan sebagai objek material sangat luas.
Sasaran penyelidikan yang banyak tersebut pada umumnya juga menjadi
sasaran penyelidikan ilmu pengetahuan sosial lainnya; maka objek
formallah yang membedakan ciri ilmu pengetahuan antropologi dengan yang
lain. Yang dimaksud objek formal adalah cara pendekatan dalam
penyelidikan terhadap objek yang sedang menjadi pusat perhatiannya.
Ada tiga cara pendekatan dalam ilmu antropologi, yaitu pertama,
pengumpulan fakta. Dalam pengumpulan fakta di sini terdiri dari berbagai
metode observasi, mencatat, mengolah dan melukiskan fakta-fakta yang
terjadi dalam masyarakat hidup. Sedangkan metode-metode pengumpulan
fakta dalam ilmu ini adalah penelitian di lapangan (utama), dan
penelitian perpustakaan. Kedua, penentuan ciri-ciri umum dan sistem. Hal
ini adalah tingkat dalam cara berpikir ilmiah yang bertujuan untuk
menentukan ciri-ciri umum dan sistem dalam himpunan fakta yang
dikumpulkan dalam suatu penelitian. Adapun ilmu antropologi yang bekerja
dengan bahan berupa fakta-fakta yang berasal dari sebanyak mungkin
macam masyarakat dan kebudayaan dari seluruh dunia, dalam hal mencari
ciri-ciri umum di antara aneka warna fakta masyarakat itu harus
mempergunakan berbagai metode membandingkan atau metode komparatif.
Adapun metode komparatif itu biasanya dimulai dengan metode klasifikasi.
Ketiga, verifikasi. Dalam kaitan ini, ilmu antropologi menggunakan
metode verifikasi yang bersifat kualitatif. Dengan mempergunakan metode
kualitatif, ilmu ini mencoba memperkuat pengertiannya dengan menerapkan
pengertian itu dalam kenyataan beberapa masyarakat yang hidup, tetapi
dengan cara mengkhusus dan mendalam.
B. 4. Beberapa Pengertian Penting dalam Antropologi
B.4. a. Holististik
Sebuah pendekatan dalam antropologi yang melihat keadaan-keadaan dan
individu-individu secara utuh. Jadi, pokok kajiannya, baik sebuah
organisasi atau individu, tidak akan diredusir (disederhanakan) kepada
variabel yang telah ditata atau sebuah hipotesa yang telah direncanakan
sebelumnya, tetapi akan dilihat sebagai bagian dari suatu yang utuh.
B.4.b. Kualitatif
Menurut Bogdan dan Tylor (1993: 30), metode kualitatif menunjuk kepada
prosedur-prosedur riset yang menghasilkan data kualitatif, yaitu
ungkapan atau catatan orang itu sendiri atau tingkah laku mereka yang
terobservasi. Pendekatan-pendekatan ini mengarah kepada keadaan-keadaan
dan individu-individu secara holistik (utuh). Jadi, pokok kajiannya,
baik sebuah organisasi atau individu, tidak akan diredusir
(disederhanakan) kepada variabel yang telah ditata atau sebuah hipotesa
yang telah direncanakan sebelumnya, akan tetapi akan dilihat sebagai
bagian dari suatu yang utuh.
Metode kualitatif memungkinkan kita
memahami masyarakat secara personal dan memandang mereka sebagaimana
mereka sendiri mengungkapkan pandangan dunianya. Kita menangkap
pengalaman-pengalaman mereka dalam perjuangan mereka seharihari di dalam
masyarakat mereka. Kita mengkaji tentang kelompok dan
pengalaman-pengalaman yang sama sekali belum kita ketahui. Akhirnya,
metode kualitatif memungkinkan kita membuat dan menyusun konsep-konsep
yang hakiki, dan ini tidak ditemukan dalam metode lainnya (metode
kuantitatif). Konsep-konsep seperti indah, menderita, keyakinan,
frustasi, harapan, cinta dapat dikaji karena memang ada definisinya dan
juga dialami oleh masyarakat secara real dalam kehidupan mereka.
B.4.c. Studi Kasus
Dalam penelitian antropologis, kita sering menjumpai kata-kata studi
kasus. Menurut Black dan Champion (1976) studi kasus merupakan
penelitian terhadap kesatuan sosial yang dipilih sebagai bahan kajian
terhadap kesatuan yang lebih luas, tetapi hubungan antara kesatuan itu
tidak dapat diperkirakan secara pasti. Artinya, bahwa hasil penelitian
ini belum dapat dijadikan patokan untuk menarik kesimpulan umum (yang
lebih luas) (Wibowo, 1994: 28-29).
Sebagai suatu penelitian sosial,
kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian tadi tentu saja terbatas pada
kesatuan yang diteliti. Pada lingkup yang lebih luas, kesimpulan yang
dihasilkannya hanya berlaku sebagai proposisi hipotesis. Meskipun
demikian, hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan memiliki
arti penting dan berguna dalam tujuan studi. Menurut Marzali (1980)
studi kasus bukanlah suatu teknik penelitian, tetapi suatu pendekatan,
suatu cara agar dapat diperoleh suatu sifat yang utuh (unitary
character) dari objek yang dikaji.
B. 4.d. Observasi Partisipasi
Ungkapan Observasi partisipasi tidak memperoleh batasan yang jelas
dalam ilmu sosial. Di sini, observasi partisipasi dipakai untuk menunjuk
kepada penelitian yang dicirikan adanya interaksi sosial yang intensif
antara sang peneliti dengan masyarakat yang diteliti di dalam sebuah
miliu masyarakat yang diteliti. Selama periode tadi, data yang diperoleh
dikumpulkan secara sistematis dan hati-hati.
Sang peneliti
menceburkan diri dalam kehidupan masyarakat dan situasi di mana mereka
mengadakan penelitian. Para peneliti berbicara dengan bahasa mereka,
bergurau, menyatu dan sama-sama terlibat dalam pengalaman yang sama.
Hubungan yang demikian lama memungkinkan para peneliti untuk melihat
adanya dinamika-dinamika dalam bentuk konflik dan perubahan sehingga
memandang definisi-definsi tentang organisasi-organisasi,
hubungan-hubungan, kelompok dan invidu ada dalam sebuah proses. Mereka
memperoleh hal-hal yang menguntungkan secara khas jika dibanding dengan
para pemakai metodologi lainnya.
C. KONSEP KEBUDAYAANC.1. Batasan Kebudayaan
Imu antropologi yang mempunyai perhatian terhadap cara hidup manusia
dengan berbagai macam sistem tindakan, maka dalam memberi batasan
tentang konsep kebudayaan1 atau culture, ilmu ini amat berbeda dengan
ilmu yang lain. Juga apabila dibandingkan dengan arti yang biasanya
diebrikan kepada konsep itu dalam sehari-hari, yaitu arti yang terbatas
kepada hal-hal yang indah seperti candi, tari-tarian, seni rupa, seni
suara, kesusastraan dan filsafat, definisi ilmu antrologi jauh lbih luas
sifat dan ruang lingkupnya. Menurut ilmu antropologi, kebudayaan adalah
keseluruhan gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka
kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar
(Koetjaraningrat, 1990: 180).
Kenyataannya, definisi yang menganggap
bahwa “kebudayaan” dan “tindakan kebudayaan” itu adalah gejala yang
harus dibiasakan oleh manusia dengan belajar (learned behavior), juga
diajukan oleh beberapa ahli antropologi terkenal seperti C. Wissler, C.
Kluckhon, A. Davis, atau Hoebel.
C.2. Unsur-unsur Kebudayaan
Para sarjana antropologi yang biasa menanggapi suatu kebudayaan sebagai
suatu keseluruhan yang terintegrasi, pada waktu analisa akan membagi
keseluruhan itu kedalam unsur-unsur besar yang disebut unsur-unsur
kebudayaan universal atau cultural universal. 2 Jadi, dapat dikatakan
bahwa setiap kebudayaan dari suatu bangsa atau masyarakat terbagi lagi
menjadi sejumlah unsur, baik unsur besar maupun unsur kecil yang
merupakan bagian dari suatu kebulatan yang bersifat kesatuan. Sejumlah
unsur tadi yang disebut sebagai unsur-unsur pokok kebudayaan, atau dapat
disebut kebudayaan semesta. Apa yang dimaksud dengan kebudayaan
universal adalah bahwa unsur-unsur kebudayaan itu dapat dijumpai pada
setiap kebudayaan dimanapun juga. Ada tujuh unsur yang dapat ditemukan
pada semua bangsa di dunia. Ketujuh unsur yang dapat kita sebut sebagai
isi pokok dari tiap-tiap kebudayaan di dunia itu adalah:
1. Bahasa
2. Sistem pengetahuan
3. Organisasi sosial
4. Sistem peralatan hidup dan teknologi
5. Sistem mata pencaharian hidup
6. Sistem Religi
7. Kesenian
Bagan Pemerincian Kebudayaan
Tiap-tiap unsur kebudayaan universal sudah tentu saja juga menjelma
dalam tiga wujud kebudayaan terurai, yaitu wujudnya yang berupa sistem
budaya, yang berupa sistem sosial dan yang berupa unsur-unsur kebudayaan
fisik. Dengan demikian, sistem ekonomi misalnya, mempunyai wujud
sebagai konsep-konsep, rencana-rencana, kebijaksanaan, adat-istiadat
yang berhubungan dengan ekonomi, tetapi mempunyai juga wujudnya yang
berupa tindakan-tindakan dan interaksi berpola antara produsen,
tengkulak, pedagang, ahli transport. pengecer dengan konsumen, serta
kecuali itu dalam sistem ekonomi terdapat juga unsur-unsurnya yang
berupa peralatan, komoditi, dan benda-benda ekonomi.
Jadi,
unsur-unsur pokok kebudayaan itu meliputi wacana yang luas sehingga
untuk keperluan analisis perlu ada sistematika yang berbentuk hirarki.
C. 3. Sistem Kebudayaan
Dari bagian di atas telah disebutkan bahwa unsur-unsur kebudayaan itu
mempunyai wacana yang luas dan ada sistematika yang berbentuk hirarki.
Hal inilah yang akhirnya membentuk sebuah sistem kebudayaan. Dalam Ilmu
antropologi, tiap unsur kebudayaan universal dapat diperinsi ke dalam
unsur-unsurnya yang lebih kecil sampau beberapa kali. Dengan mengikuti
metode pemerincian dari seorang ahli antropologi R. Linton
(Koentjaraningrat, 1990: 205), maka pemerincian itu kita lakukan sampai
empat kali.3 Karena serupa dengan kebudayaan dalam keseluruhan
(kesatuan), tiap unsur kebudayaan universal itu mempunyai tiga wujud,
yaitu wujud sistem budaya, wujud sistem sosial, dan wujud kebudayaan
fisik, maka pemerincian dari tujuh unsur tadi masing-masing harus juga
dilakukan mengenai ketiga wujud tadi.
Wujud sistem budaya dari suatu
unsur kebudayaan universal berupa adat, dan pada tahap pertamanya adat
dapat diperinci lagi ke dalam beberapa kompleks budaya4 , tiap kompleks
sosial, dan pada tahap kedua, tiap kompleks sosial dapat diperinci lebih
khusus ke dalam berbagai pola sosial. Pada tahap keempat, tiap pola
sosialdapat diperinci lebih khusus ke dalam berbagai tindakan.
Ketujuh unsur kebudayaan universal itu masing-masing tentu saja
mempunyai wujud fisik, walaupun tidak ada satu wujud fisik untuk
keseluruhan dari satu unsur kebudayaan universal. Itulah sebabnya
kebudayaan fisik tidak perlu diperinci menurut keempat tahap pemerincian
seperti dilakukan pada sistem budaya dan sistem sosial. Namunsemua
unsur kebudayaan fisik sudah tentu secara khusus terdiri dari
benda-benda kebudayaan (lebih jelasnya lihat bagan di bawah ini).
Bagan Pemerincian Unsur-unsur Kebudayaan Universal
Misalnya, unsur kebudayaan universal sistem mata pencaharian hidup
dapat diperinci ke dalam beberapa sub-unsur seperti perburuan,
perladamgan, pertanian, peternakan, perdagangan, perkebunan, industri,
kerajinan, industri jasa, industri pertambangan dan industri manufaktur.
Tiap bagian tadi mempunyai wujudnya sebagai sistem budaya yang akan
kita sebut adatnya, wujud sebagai sistem sosialnya yang akan kita sebut
aktivitas sosialnya; dan wujud fisiknya yang berupa berbagai peralatan
yang tentunya merupakan benda-benda kebudayaan. Hal serupa dapat
dilakukan terhadap unsur-unsur kebudayaan universal lainnya.
C. 4. Perubahan Kebudayaan
Pada dasarnya perubahan kebudayaan atau culture change selalu dapat
terjadi, meskipun masa perubahan itu memakan waktu beribu tahun lamanya.
Sumber penyebab perubahan dapat berasal dari dalam masyarakat itu
sendiri dapat pula berasal dari luar masyaraakt yang bersangkutan.
Apabila jangka waktu proses perubahan tersebut memakan waktu yang lama,
maka proses perubahan itu diisebut evolusi atau evolusi kebudayaan.
Adapun proses perubahan relatif cepat biasanya disebabkan ditemukannya
atau dikenalkannya teknologi baru. Di samping itu, proses perubahan
kebudayaan yang relatif cepat juga dapat disebabkan karena kontak dengan
masyarakat luar. Terlebih dengan adanya teknologi informasi yang
semakin canggih dapat diharapkan proses perubahan kebudayaan akan
semakin cepat. Ada empat hal yang berpengaruh terhadap proses perubahan
kebudayaan, yaitu discovery, invention, evolusi dan difui.
C.4.a Discovery
Suatu discovey adalah suatu penemuan dari suatu unsur kebudayaan baru,
baik berupa suatu alat yang baru, ide baru, yang diciptakan oleh seorang
individu atau suatu rangkaian dari beberapa individu dalam masyarakat
yang bersangkutan. Discovery menjadi incention apabila masyarakat sudah
mengakui, menerima, dan menerapkan penemuan baru itu. Proses perubahan
ini sering kali memerlukan seorang individu, yaitu si penciptanya saja,
melainkan suatu rangkaian yang terdiri dari beberapa orang pencipta.
C. 4.b. Invention
Invention atau penemuan adalah suatu proses pembaruan dari penggunaan
sumber alam, energi, dan modal, pengaturan baru dari tenaga kerja dan
penggunaan teknologi baru yang semua akan menyebabkan adanya sistem
produksi, dan dibuatnya produk-produk yang baru. Dengan demikian,
inovasi itu mengenai pembaruan kebudayaan yang khusus mengenai unsur
teknologi dan ekonomi.
C. 4. c. Evolusi
Suatu evolusi dalam
kebudayaan adalah proses perubahan setahap demi setahap yang relatif
makan waktu dari barang yang pada awalnya diciptakan manusia
(invention). Pada dasarnya evolusi tersebut dimaksudkan untuk menjadikan
lebih baik, lebih canggih, dan lebih nyaman. Sepeda, mobil, pesawat
terbang, rumah, bentuk dan kondisinya sangat jauh berbeda ketika pertama
kali diciptakan. Perubahan itu tidak berlangsung cepat, melainkan tahap
demi tahap. Bagaimana pun juga evolusi membawa dampak berupa
perubahan-perubahan kebudayaan.
C. 4. d. Difusi
Bersamaan
dengan penyebaran dan migrasi kelompok-kelompok manusia di muka bumi,
turut pula tersebar unsur-unsur kebudayaan dan sejarah dari proses
penyebaran unsur-unsur kebudayaan ke seluruh penjuru dunia yang disebut
dengan difusi atau dalam bahasa Inggrisnya disebut diffusion. Penyebaran
unsur-unsur kebudayaan tadi dapat saja terjadi tanpa ada perpindahan
kelompok-kelompok manusia atau bangsa-bangsa dari satu tempat ke tempat
lainnya, tetapi karena ada individu-individu tertentu yang membawa unsur
kebudayaan tersebut, seperti pedagang, saudagar, pelaut dan sebagainya.
Selain itu, penyebaran ini dapat terjadi karena adanya
pertemuan-pertemuan antara individu dalam suatu kelompok dengan individu
kelompok tetangga.
E. Tema Penelitian Antropologi Kebudayaan
Untuk keperluan penelitian dalam studi antropologi budaya, tujuh unsur
kebudayaan universal dapat dijadikan acuan untuk orientasi dalam memilih
tema penelitian. Selanjutnya, untuk menentukan topik-topiknya dapat
dimulai dari memilih salah satu unsur pokok sebagai tema penelitian,
kemudian turun hingga culture traits bahkan dapat juga hingga ke item.
Dalam ruang lingkup penelitian antropologi kebudayaansudah tentu harus
mengikuti kaidah-kaidah antropologi.
Daftar Pustaka
Bogdan, Robert dan Steven J. Taylor
1993 Kualitatif, Dasar-dasar Penelitian. Surabaya: Usaha Nasional.
Koentjaraningrat
1990 Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Marzali
1980 “Metode Penelitian Kasus”, Berita Antropologi. 11 (37).
Wibowo, Agus Budi
1994 “Perubahan Aspek-aspke Perkawinan Pada Masyarakat Pedesaan Studi
Kasus di Dusun Mojohuro, Desa Sriharjo, Kec. Imogiri Kab. Bantul
DIY”, Tesis Pascasarjana UGM.