Kamis, 27 Maret 2014

Kesehatan Mental

I.     Tugas Kesehatan Mental. 

Orientasi Kesehatan Mental.
Orientasi klasik yang umumnya digunakan dalam kedokteran termasuk psikiatri mengartikan sehat sebagai kondisi tanpa keluhan, baik fisik maupun mental. Orang yang sehat adalah orang yang tidak mempunyai keluhan tentang keadaan fisik dan mentalnya. Sehat fisik artinya tidak ada keluhan fisik. Sedang sehat mental artinya tidak ada keluhan mental. Dalam ranah psikologi, pengertian sehat seperti ini banyak menimbulkan masalah ketika kita berurusan dengan orang-orang yang mengalami gangguan jiwa yang gejalanya adalah kehilangan kontak dengan realitas. Orang-orang seperti itu tidak merasa ada keluhan dengan dirinya meski hilang kesadaran dan tak mampu mengurus dirinya secara layak. Pengertian sehat mental dari orientasi klasik kurang memadai untuk digunakan dalam konteks psikologi. Mengatasi kekurangan itu dikembangkan pengertian baru dari kata ‘sehat’. Sehat atau tidaknya seseorang secara mental belakangan ini lebih ditentukan oleh kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Orang yang memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungannya dapat digolongkan sehat mental. Sebaliknya orang yang tidak dapat menyesuaikan diri digolongkan sebagai tidak sehat mental.

Konsep Sehat.
Sehat dan sakit adalah keadaan biopsikososial yang menyatu dengan kehidupan manusia. Pengenalan manusia terhadap kedua konsep ini kemungkinan bersamaan dengan pengenalannya terhadap kondisi dirinya. Keadaan sehat dan sakit tersebut terus terjadi, dan manusia akan memerankan sebagai orang yang sehat atau sakit.
Konsep sehat dan sakit merupakan bahasa kita sehari-hari, terjadi sepanjang sejarah manusia, dan dikenal di semua kebudayaan. Meskipun demikian untuk menentukan batasan-batasan secara eksak tidaklah mudah. Kesamaan atau kesepakatan pemahaman tentang sehat dan sakit secara universal adalah sangat sulit dicapai.

Pengertian Sehat (health) adalah konsep yang tidak mudah diartikan sekalipun dapat kita rasakan dan diamati keadaannya. Misalnya, orang tidak memiliki keluhankeluahan fisik dipandang sebagai orang yang sehat. Sebagian masyarakat juga beranggapan bahwa orang yang “gemuk” adalah otrang yang sehat, dan sebagainya. Jadi faktor subyektifitas dan kultural juga mempengaruhi pemahaman dan pengertian orang terhadap konsep sehat.
Sebagai satu acuan untuk memahami konsep “sehat”, World Health Organization (WHO) merumuskan dalam cakupan yang sangat luas, yaitu “keadaan yang sempurnan baik fisik[2], mental maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan/cacat”. Dalam definisi ini, sehat bukan sekedar terbebas dari penyakit atau cacat. Orang yang tidak berpenyakit pun tentunya belum tentu dikatakan sehat. Dia semestinya dalam keadaan yang sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial.

Pengertian sehat yang dikemukan oleh WHO ini merupakan suatau keadaan ideal, dari sisi biologis, psiologis, dan sosial. Kalau demikian adanya, apakah ada seseorang yang berada dalam kondisi sempurna secara biopsikososial? Untuk mendpat orang yang berada dalam kondisi kesehatan yang sempurna itu sulit sekali, namun yang mendekati pada kondisi ideal tersebut ada.

Sejarah Perkembangan Kesehatan Mental.
Zaman dahulu orang menduga bahwa penyebab penyakit mental adalah setan, roh-roh jahat dan dosa-dosa. Oleh karena itu para penderita penyakit mental dimasukkan dalam penjara-penjara di bawah tanah atau dihukum dan diikat erat-erat dengan rantai besi yang berat dan kuat. Namun, lambat laun ada usaha-usaha melalukan perbaikan dalam mengatasi orng-orang yg mengalami gangguan mental.

Kesehatan mental ungkapan ini diciptakan oleh W. Swetster di tahun 1843, dan penuh dengan konten yang sebenarnya melalui "pribadi" pengalaman berkumpul oleh ahli asuransi Beers Amerika. Tujuannya adalah untuk memastikan perawatan yang lebih manusiawi dari sakit mental, cara bagaimana tujuannya ini dilakukan dalam konteks yang lebih luas melampaui domain perawatan kesehatan tidak bisa disebut hanya kejiwaan.

Kesehatan mental mulai berkembang sejak perang dunia ke II .Sejak awal perang dunia ke II kesehatan mental bukan lagi suatu istilah yang asing bagi orang – orang .Dalam bidang kesehatan mental kita dapat memahami bahwa gangguan mental itu telah terjadi sejak awal peradaban manusia dan sekaligus telah ada upaya-upaya mengatasinya sejalan dengan peradaban.
Namun seiring jaman yang semakin maju dan perkembangan ilmu pengetahuan Philippe Pinel di Perancis dan William Tuke dari Inggris, mengadakan perbaikan dalam menanggulangi orang-orang yang terganggu mentalnya


Ada juga dari tokoh lainnya yang mempengaruhi perkembangan kesehatan mental :

1. Clifford Whittingham Beers (1876-1943). Beers pernah sakit mental dan dirawat selama dua tahun dalam beberapa rumah sakit jiwa. Ia mengalami sendiri betapa kejam dan kerasnya perlakuan serta cara penyembuhannya
2. Dorothea Dix merupakan seorang pionir wanita dalam usaha-usaha kemanusiaan berasal dari Amerika. Ia berusaha menyembuhkan dan memelihara para penderita penyakit mental dan orang-orang gila. Sangat banyak jasanya dalam memperluas dan memperbaiki kondisi dari 32 rumah sakit jiwa di seluruh negara Amerika bahkan sampai ke Eropa. Atas jasa-jasa besarnya inilah Dix dapat disebut sebagai tokoh besar pada abad ke-19.

ada juga tunjuan mempelajari Kesehatan mental yaitu :
1. Memahami makna kesehatan mental dan faktor-faktor penyebabnya.
2. Memahami pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penanganan kesehatan mental.
3. Memiliki kemampuan dasar dalam usaha peningkatan dan pencegahan kesehatan mental masayarakat.
4. Meningkatkan kesehatan mental masyarakat dan mengurangi timbulnya gangguan mental masyarakat.

Teori Kesehatan Mental.
1.Aliran Psikoanalisa
Teori kepribadian dengan pendekatan psikodinamika sangat dipengaruhi oleh Sigmund Freud (1856-1939), Bapak Psikoanalisa yang sangat terkenal. Aliran ini melihat dari sisi negative individu, masa lalu, analisis mimpi (jalan istimewa menuju ketidaksadaran), dan juga alam bawah sadar, yang tersusun dari 3 sistem pokok yaitu : id, ego, dan superego.
Id
Id merupakan system kepribadian yang asli dan merupakan sumber energi utama bagi hidup manusia. Id merupakan rahim tempat ego dan superego berkembang. Freud menyebut id “kenyataan psikis yang sebenarnya”, karena id mempresentasikan dunia batin pengalaman subjektif dan tidak mengenal kenyataan objektif. Id terdiri dari dorongan-dorongan biologis dasar seperti kebutuhan makan, minum, seks, dan agresifitas.
Dalam Id terdapat dua jenis energi yang saling bertentangan dan sangat mempengaruhi kehidupan individu, yaitu insting kehidupan dan insting mati. Dorongan-dorongan dalam Id selalu ingin dipuaskan, dan dalam pemuasannya Id selalu berupaya menghindari pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan (prinsip kesenangan atau Pleasure Principle).
Ego
Ego merupakan energi yang mendorong untuk mengikuti prinsip kenyataan. Ego menjalankan fungsi pengendalian agar upaya pemuasan dorongan Id itu realistis atau sesuai dengan kenyataan. Misalnya orang yang lapar harus mencari, menemukan, dan memakan makanan sampai tegangan karena merasa lapar dapat dihilangkan.
Superego
Sistem kepribadian ketiga dan yang terakhir dikembangkan adalah superego. Superego adalah gambaran kesadaran akan nilai-nilai dan moral masyarakat yang ditanamkan oleh adapt istiadat, agama, orangtua, guru, dan orang lain kepada anak. Karena itu pada dasrnya superego adalah hati nurani seseorang yang menilai benar atau salahnya tindakan seseorang. Itu berarti superego mewakili nilai-nilai ideal dan selalu berorientasi pada kesempurnaan.

Freud juga membagi aktivitas mental individu dalam beberapa tingkatan berdasarkan sejauh mana individu menyadari gejala-gejala psikis yang timbul, yaitu :
1). Tingkat sadar atau kesadaran (conscious level)
Pada tingkat ini aktivitas mental dapat disadari setiap saat seperti berpikir, persepsi, dan lain-lain.
2). Tingkat prasadar (preconscious level)
Pada tingkat ini aktivitas mental dan gejala-gejala psikis yang timbul bias disadari hanya apabila individu memperhatikannya, misalnya memori, pengetahuan-pengetahuan yang telah dipelajari, dan lain-lain.
3). Tingkat tidak disadari (unconscious level)
Pada tingkat ini aktivitas mental dan gejala-gejala psikis tidak disadari oleh individu. Gejala-gejala ini muncul misalnya dalam dorongan-dorongan immoral, pengalaman-pengalaman yang memalukan, harapan-harapan yang irasional, dorongan-dorongan seksual yang tidak sesuai dengan norma masyarakat, dan lain-lain.

Tingkat tidak disadari inilah yang merupakan objek studi psikoanalisa. Dikatakan Freud pada tahun 1942 : “tujuan utama psikoanalisa sebenarnya tidak lebih dari mencapai dan dapat mengungkap kehidupan mental yang tidak disadari”. Teori Freud sendiri kemudian banyak mengalami perkembangan baik oleh dirinya sendiri maupun oleh para pengikutnya seperti : Alfred Adler, Karen Horney, Erick Fromm, dan lain-lain.

Perubahan penting yang dilakukannya sendiri adalh konsep libido. Awlanya libido dianggap berasal dari dorongan seksual semata, tetapi akhirnya Freud berpendapat bahwa libido merupakn dorongan kehidupan yang jauh lebih luas daripada dorongan seksual semata. Karen Horney dan Erick Fromm menekankan pentingnya pengaruh lingkungan social terhadap perkembangan kepribadian individu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa menurut aliran psikoanalisa manusia bersifat terbatas, yaitu mengabaikan potensi-potensi yang dimiliki manusia. Manusia dilihat dari sisi sakit, yaitu bahwa kodrat manusia bersifat negative (neurotics dan psikotis), dan juga kodrat manusia digambarkan pesimistis, yaitu manusia adalah korban dari tekanan-tekanan biologis dan juga konflik-konflik pada masa kanak-kanak.

2.Aliran Humanistik
Aliran humanistik memberi tekanan pada kualitas-kualitas yang membedakan menusia dengan binatang, yaitu kebebasan untuk memilih (freedom for choice) dan kemampuan untuk mengarahkan pekembangannya sendiri (self-direction). Banyak ahli menyebut teori tersebut sebagai “self-theorities” karena teori-teori tersebut membahas pengalaman-pengalaman batin, pribadi, yang berpengaruh terhadap proses pendewasaan diri seseorang, dan pertumbuhan itu diarahkan pada aktualisasi diri. Tokoh-tokoh utama pendekatan ini adalah Carl Rogers dan Abraham Maslow.
Pada tahun 1962 didirikan Association of Humanistic Psychology, asosiasi ini dalam misinya mempunyai 4 (empat) prinsip, yakni :
1). Memusatkan perhatian pada subjek yang mengalami
2). Pilihan, kreativitas, dan aktualisasi diri manusia adalah topic-topik yang menjadi focus penelitiannya.
3). Kepenuhartian harus mendahului objektivitas dalam memilih masalah penelitian
4). Nilai tertinggi terletak pada martabat manusia
Carl Rogers (1902-1987)
Teori Carl Rogers berkembang dari pendekatannya terhadap psikoterapi dan perubahan perilaku yang berpusat pada klien. Dalam praktiknya Rogers terkesan dengan adanya kecenderungan bawaan pada individu yang bergerak kearah pertumbuhan, maturitas, dan perubahan positif. Maka ia yakin bahwa kekuatan dasar yang memotivasi manusia adalah kecenderungan untuk beraktualisasi, suatu kecenderungan kearah pemenuhan atau aktualisasi semua potensi atau kapasitas organisme. Rogers tidak menolak adanya kebutuhan lain seperti kebutuhan biologis, tetapi semua kebutuhan itu terarah pada motivasi untuk mengaktualisasikan dirinya.
Diri dan Konsep diri penting dalam teorinya. Diri itu mencakup semua ide, persepsi, dan nilai-nilai yang mengkarakterisasi “saya” atau “aku” dan ini mencakup “siapa saya” dan “apa yang dapat saya lakukan”. Selanjutnya diri dan konsep diri ini mempengaruhi persepsi seseorang tentang dunia dan perilakunya.

3.Pendapat Erich Fromm.
Menurut Pendapat Erich Fromm kepribadian yang sehat adalah pribadi yang memiliki orientasi produktif. froom melihat kepribadian hanya sebagai suatu produk kebudayaan. kesehatan jiwa harus didefinisaikan menurut bagaimana baiknya masyarakat menyesuaikan diri dengan kebutuhan kebutuhan dasar semua individu, bukan menurut bagaimana baiknya individu menyesuaikan diri dengan masyarakat.


Konsep Penyesuaian Diri.
Penyesuaian dapat diartikan atau dideskripsikan sebagai berikut:
Penyesuaian berarti adaptasi; dapat mempertahankan eksistensinya, atau bisa “survise” dan memperoleh kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah, dan dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan sosial.
Penyesuaian juga dapat juga diartikan sebagai konformitas, yang berarti menyesuaikan sesuatu sesuatu dengan standar atau prinsip.
Penyesuaian dapat diartikan sebagai penguasaan, yaitu memiliki kemampuan untuk mmebuat rencana dan mengorganisasi respon-respon sedemikian rupa, sehingga bisa mengatasi segala macam konflik, kesulitan, dan frutasi-frutasi secara efisien. Individu memiliki kemampuan menghadapi realitas hidup dengan cara yang adekuat/ memenuhi syarat.
Penyesuaian dapat diartikan penguasaan dan kematangan emosional. Kematangan emosional maksudnya ialah secara positif memiliki respon emosional yang tepat pada setiap situasi.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian adalah usaha manusia untuk mencapai keharmonisan pada diri sendiri dan pada lingkung-annya.

II.     Tulisan.
a.       Konsep Diri Saya.
Saya Adalah Faisal Fajar RInaldi, Saya adalah mahasiswa psikologi universitas gunadarma. saya adalah anak ke-2 dari 3 bersaudara. dan saya adalah anak laki-laki satu-satunya dalam keluarga saya. Hobi saya itu berolahraga dan bermain game. Saya memang tidak terbilang pintar dalam pelajaran tapi saya sedikit ahli pada bidang otomotif dan elektronik komunikasi. dan saya adalah tipe orang yang kritis dalam menyikapi hal.
Saya adalah tipe orang yang mudah bergaul pada siapapun. Tetapi berdiam diri di tempat yang sepi dan tenang itu kesukaan saya. Saya itu memiliki sifat yang rada aneh, karena semua aktifitas saya lakukan selalu tergantung pada mood. Walaupun begitu saya adalah orang yang bertanggung jawab. Saya itu memang sedikit agak egois, dan keras kepala. Namun begitu saya sudah dapat mengontrol emosi pada diri saya.

b.      Kasus Ketidak Kesehatan Mental.
Saya disini mengambil contoh kasus pada sebuah peristiwa yang sedang marak di indonesia, yaitu Fenomena Cabe-Cabean yang melanda Gadis ABG di indonesia. Saya telah membaca berita di sebuah media elektronik yaitu LIPUTAN6.com yang membahas berita tentang fenomena tersebut. Ini sedikit kutipan dari beritanya.

Fenomena cabe-cabean yang tengah melanda gadis belia di kota-kota besar seperti Jakarta memang bikin prihatin. Tapi tak semua gadis ABG ketularan jadi cabe-cabean. Apa kata remaja tentang teman-temannya yang jadi cabe-cabean.

Tidak ada yang tahu sebenarnya siapa yang mempelopori istilah ini, namun seperti dilansir Hai online, istilah cabe-cabean awalnya lebih banyak dikaitkan dengan perempuan muda dan motor balapan liar. Istilah ini biasa dipakai orang-orang yang ada di arena balapan liar untuk menyebut para gadis muda yang ada di situ.

Cabe-cabean melekat sekali dengan hal negatif, tidak sedikit orang yang mengatakan cabe-cabean merupakan perempuan yang gampangan. Di arena balap liar sendiri cabe-cabean dijadikan sebagai hadiah atau piala saat taruhan.

Saat ini cabe-cabean tidak hanya berada di arena balap liar, sepertinya sudah mulai merambah tempat-tempat nongkrong seperti mall dan klub-klub malam. Entah mengapa disebut cabe-cabean mungkin rasanya yang pedas atau karena penampilannya yang hot. “

Kalau menurut pendapat saya fenomena tersebut dapat dikategorikan sebagai kasus ketidak sehatan mental, mengapa? Karena menurut saya tidak sepantasnya anak-anak abg seperti mereka melakukan sebuah hal yang harusnya tidak mereka lakukan di kisaran umur mereka.
Contohnya, seperti anak ABG sekarang yang sudah mulai berdandan tebal dan berpakaian tidak sepantasnya dan nongkrong yang tidak benar, di kategorikan tidak sehat karena itu semua bukan hal yang harusnya dilakukan pada anak seumuran mereka. Dan seharusnya ada peranan orang tua yang mengawasi perilaku anak-anaknya agar tidak melampaui tingkah laku yang seharusnya belum mereka lakukan pada kisaran umur mereka.

Sekian pembahasan materi yang sebenarnya tugas saya.. sekiranya dapat bermanfaat utuk semuanya.. Terima Kasih.

Sumber :
v  Tugas
v  Tulisan


Nb: Bukan plagiat kan.. Cantumin Sumber Bisa Kali..  

0 komentar:

Posting Komentar